DUA SENDOK KOPI, SATU SENDOK GULA

DUA SENDOK KOPI, SATU SENDOK GULA
Foto : Pinterest

 

Pada hujan yang jatuh seharian ini, cemas, takut dan benci hilir mudik di kepala. Jam di pergelangan tanganku menunjuk angka sembilan lewat duapuluh.

 

”Mau kopi, Ing?” tanyamu tiba-tiba. 

 

“Ya, aku butuh kewarasan malam ini,” jawabku sambil memandang jalanan. 

 

“Dua sendok kopi, satu sendok gula. Minumlah, Ing, bersamaku,” katamu pelan. 

 

Aku menoleh, menatapmu dalam-dalam. “Kau ingin bersamaku?" 

 

“Iya, kenapa? Ada yang salah?" 

 

"Emm... tidak, sama sekali tidak. Aku, aku hanya memastikan kata-katamu itu bukan mimpi." 

 

"Kau tidak sedang bermimpi, Ing." 

 

Aku diam, memandang lekat matanya. Sekuat tenaga menahan genangan air mata yang nyaris tumpah. Kau melihatku, tersenyum. Kau mungkin mengira aku berlebihan. Tapi tidak, ini benar. Sejak bertemu denganmu ingatan seperti terkunci, tak bisa pergi.

Tiba-tiba kau mengusap rambutku, memeluk lalu berkata, "Malam ini aku akan bersamamu. Maafkan aku yang tak bisa memberi apa yang seharusnya kau terima. Maafkan." pelukanmu semakin erat, aku tenggelam di dadamu.

 

*

 

Aku terbangun oleh dering ponsel yang tergeletak di atas meja makan, dan aroma kopi. Secangkir kopi hitam terhidang, begitu wangi. 

 

"Halo, selamat pagi." 

 

"Halo, Inge? Saya Astuti, ibunya Raka. Ibu hanya menyampaikan pesan seperti yang tertulis di surat yang ditinggalkannya. Raka mencintaimu, Ing, sangat. Raka pergi kemarin malam, kecelakaan di jalan lingkar utara menuju rumahmu." 

 

Lalu terdengar isak tangis. Lalu ponsel dimatikan. Lalu semua gelap. 

 

 

***

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.