Hari Sindrom Down Sedunia – 21 Maret

Hari Sindrom Down Sedunia – 21 Maret
Photo by Nick Page on Unsplash
Hari Sindrom Down Sedunia (World Down Syndrome Day, WDSD) diperingati tiap 21 Maret sejak 2012. Hari penting ini dideklarasikan pada Desember 2011 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ditetapkan dengan resolusi nomor A/RES/66/149. Tujuan dari peringatan ini adalah, untuk mendidik dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sindrom Down.
 
Sindrom Down (Down syndrome) yang disebut juga sebagai Trisomi 21 (Trisomy 21), sebagaimana yang dikutip dari laman Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Undip, merupakan kelainan bawaan yang ditandai oleh sekumpulan gejala fisik (phenotype) tertentu. Yaitu, hidung pesek, mata kecil dan sipit, telinga kecil, lidah besar, dan perawakan pendek.
 
Sindrom ini ditemukan pertama kali pada 1862 oleh seorang dokter dari Inggris bernama Langdon Down. Dokter Down menganggap karakteristik tertentu dari sindrom ini mirip seperti yang terdapat pada ras Mongolia, karena itu dinamakannya sebagai sindrom Mongolia. Pada 1970 penyebutan ini tak lagi digunakan, karena merupakan sebutan yang bersifat rasis.
 
Disebut juga sebagai Trisomi 21 adalah, karena kondisi ini disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 yang berjumlah tiga (tri). Umumnya, 22 kromosom dalam tubuh manusia masing-masing berjumlah dua atau sepasang.
 
Penentuan tanggal untuk Hari Sindrom Down Sedunia ini, 21 Maret, adalah bedasarkan kondisi dari kromosom 21 yang berjumlah 3.
 
Tiap 21 Maret, dunia akan memperingatinya dengan hashtag #LotsOfSocks, dan menganjurkan orang untuk memakai kaus kaki (socks) yang berwarna-warni. Lebih bagus bila kaki kanan dan kiri memakai kaus kaki yang berbeda. Kalau perlu, memakai kaus kaki tiga buah, sesuai dengan jumlah kromosom 21 pada sindrom Down.
 
Mengapa kaus kaki? Karena, penampakan tiap kromosom dalam tubuh manusia bagaikan pasangan kaus kaki yang berwarna-warni.
 
Lalu, mengapa sindrom Down bisa terjadi? Menurut laman RSND Undip, memang belum diketahui secara pasti penyebab dari kegagalan pembelahan sel yang disebut sebagai sel gamet (Meiosis non-disjunction). Namun, beberapa literatur menyebutkan bahwa kemungkinan faktor-faktor lingkungan seperti polusi, merokok, paparan sinar radiasi, kurang gizi, dan gangguan metabolisme asam folat menjadi faktor yang diduga merupakan penyebab gagalnya pembelahan sel gamet.
 
Mengutip situs PBB tentang Hari Sindrom Down Sedunia, kemungkinan terjadinya kasus sindrom Down adalah 1:1.000. Di seluruh dunia diperkirakan setiap tahun terlahir 3.000 sampai 5.000 bayi dengan kondisi ini.
 
Penyandang sindrom Down tentu saja dapat menjalani hidup seperti layaknya nonpenyandang. Yang penting adalah, kebutuhan kesehatannya terkontrol dan terjaga secara terus menerus. Baik kesehatan fisik maupun mentalnya. Mereka juga kemungkinan membutuhkan terapi-terapi khusus untuk mempersiapkan diri untuk- dan dalam menjalani hidupnya. Misalnya, fisioterapi, terapi bicara, konseling, pendidikan khusus, dan lainnya.
 
Dibutuhkan dukungan bukan hanya keluarga, tapi juga lingkungan dan bahkan penyelenggara negara untuk membuat seorang penyandang sindrom Down menjadi individual yang kokoh.   =^.^=

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.