Kue Semprong Yang Hancur

Kue Semprong Yang Hancur

Masih jelas dalam ingatan saya tentang pagi itu di dalam metro mini jurusan Grogol-Senen. Baru saja saya menginjakkan kaki masuk ke dalam angkutan kota itu dan belum sempat mencapai kursi kosong dimana saya bisa duduk, supir metro mini sudah menginjak gas kencang yang membuat saya hampir terjatuh. Sesaat ketika hapir terjatuh tiba-tiba tangan saya menekan setumpuk kue semprong milik seorang laki-laki tua yang pagi itu akan menjajakan dagangannya ke Pasar Senen. Kreekkk. Beberapa kantong kue semprong  seketika remuk. Saat itu saya merasa bersalah sekali, tapi apa mau dikata saya hanya bisa meminta maaf pada pemiliknya yang terlihat  kesal dan belum bisa menerima permintaan maaf saya.

 

Gimana ga kesal, saat barang dagangannya belum satu pun bertemu pembeli, ada saja kejadian yang memupuskan harapannya untuk bisa menjual habis semua kue. Permintaan maaf saya pagi itu sepertinya tidak digubris. Abang penjual kue semprong berusaha merapikan penataan kue itu dengan wajah masam. Mungkin itu adalah pagi tersialnya yang dia punya. Saya pun tidak bisa berbuat banyak selain pengajuan maaf tadi. Saat itu sekitar pukul 5.30. Saya menuju Salemba untuk berangkat kuliah. Dengan permintaan maaf yang tidak diterima membuat jarak tempuh saya terasa begitu lama. Apa lagi pedagang itu  duduk tepat di samping saya, membuat saya sangat risih dan serba salah. Ingin rasanya saya bisa mengganti beberapa kantong kue yang remuk, hanya saja itu situasi saya memang tidak memiliki cukup uang. Maklum anak kuliahan, yang isi saku hampir sama dengan saku-saku anak kuliahan lainnya . Hanya ongkos transport dan uang jajan sekadarnya.

 

Sejak hari itu, setiap kali saya melihat penjual kue semprong saya selalu saja teringat tentang kejadian pagi dalam metro mini itu. Dan entah kenapa ketika saya  sudah bekerja dan memiliki uang sendiri, saya selalu ingin membeli kue semprong setiap kali melihat jajanan itu walapun hanya satu atau dua bungkus. Bukan sebuah kebetulan juga jika tiap kali saya membeli makanan itu, penjualnya selalu saja mengatakan: "Terima kasih ya, Neng sudah ngelarisin dagangan Bapak". Atau malah sebaliknya" Terima kasih ya, Neng udah ngabisin dagangan Bapak".  Sepertinya saya selalu menjadi pembeli pertama dimana mereka berharap ada pembeli pertama yang dipercaya para pedagang bisa mengundang kehadiran pembeli selanjutnya atau malah sebagai pembeli terakhir di saat mereka  mungkin merasa harus membawa pulang sisa beberapa kantong kue yang tidak terjual. Maklum saja, saat ini kue semprong bukanlah jajanan yang menjadi pilihan anak-anak jaman sekarang. Keberadaan makanan ringan ini sudah kalah bersaing dengan makanan ringan dengan kemasan yang lebih menarik yang dipajang di etalase toserba terang dan beruangan sejuk dimana anak-anak senang pergi ke sana.

 

Kejadian dalam metro mini pagi itu mungkin  memang diijinkan Tuhan terjadi  untuk menghadiahi saya dengan begitu banyak ucapan terima kasih yang tulus dari banyak orang tua, para penjual kue semprong yang membuat hati saya terasa hangat setiap kali menikmati kue semprong dengan rasa manis yang pas di lidah sambil mengenang peristiwa dalam metro mini.

 

Tangerang, 7 Februari 2023

Merayakan perjumpaan dengan penjual kue semprong di daerah Grogol.

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.