Kumau Kamu

Kumau Kamu
Image by pixabay.com

Bram hilang, tak ada kabar sama sekali. Berkali-kali Dru refresh Whatsap, Twitter, Telegram, Hangout ah aplikasi apalagi Bram yang tidak ada di handphoneku?

Tak ada satupun pesanku kau balas. Apakah aku harus call kamu?. Ah aku takut dia reject.

 

Gelisah tak tentu arah. Bangun malas, tak bangun bikin gemas.

 

Kupeluk guling kesayanganku. Kenapa guling bau Bram.

“Eh kamu selingkuh dari aku?”

 

Diam, dia tak bergeming. Menatapku tajam kamudian ngelengos.

“Tidak sopan kamu ya?. Jawab aku!”

 

Masih saja diam, kubanting lalu kutinggalkan. Tak lama kupeluk kembali, tak pantas kuperlakukan seperti itu, dia sabar menemani aku saat Bram tak kunjung bisa mewujudkan janjinya.

 

“Aku peluk kamu bukan berarti aku memaafkan kamu ya. Sekarang kamu jawab aku, sekaliii saja. Kenapa kamu bau Bram?. Memang kamu pernah bertemu dengan Bram?. Kok aku tidak tahu?”

 

Ah guling ini bikin gemas, apa karena aku terlalu rindu pada Bram atau jangan – jangan sedang mengingatku saat ini, hingga baunya menyengat di ruanganku.

 

Segera kubersihkan badanku, setahun lalu saat aku jauh darimu. Benar-benar kau membuatku tersiksa. Sakit hatiku saat kau benar-benar putuskan untuk tidak lagi mengenalku. Kau kira segampang itu kau tinggalkan aku?

 

Kau kira hatiku terbuat dari lempok, yang plenya plenye, yang mudah kau bentuk bahkan kau injak?. Kau pikir aku tak punya nurani, hingga dengan gamblangnya kau sampaikan bahwa aku dan kamu sudah tidak bisa seperti biasa.

 

Kau kira aku adalah perempuan nakal yang akan habiskan nafsuku untuk kamu lalu setelah itu kau campakkan aku dan aku akan cari laku-laki lain?. Bedebah kau Bram. Tega kau nilai aku seperti itu.

 

“Apa kau akan ulang hal yang sama Bram?”
“Mengulang bagian mana Dru?”
“Setelah aku cari seharian, lalu dengan polosnya kau hadir di hadapanku tanpa rasa berdosa sama sekali Bram?”
“Ah sudahlah Dru, kau terlalu banyak menuntut, aku lelah denganmu.”
“Sudah kuduga, kau bertemu denganku hanya untuk sampaikan hal yang sama seperti setahun lalu agar aku meninggalkan kamu. Begitu?”

 

Bram menatapku tajam, sama seperti gulingku saat kutanya perihal hubungannya dengan Bram.

 

“Kau tak mengharapkan aku ya Bram?”
“Kenapa bicara begitu?”
“Karena aku merasakannya.”
“Kalau begitu perbaiki rasamu, kau selalu salah menilai!”
“Kalau aku salah menilai, lantas kamu salah dalam hal apa?”
“Mana kutahu.”

 

Bram pergi tinggalkan aku di kedai. Ingin rasanya kusiramkan kopiku ke muka Bram. Cueknya keterlaluan.

 

“Oke Bram kita selesai.”
“Oke”

 

Ya Tuhan mahluk macam apa dia?. Benci aku padanya, menyesal sudah membuang waktu hanya untuk laki-laki seperti dia.

 

“Mba Dru, ini triple X nya.”
“Siapa yang pesang Mel?. Kopiku masih ada.”
“Mas Bram. Sama singkong goreng juga kok Mba, tapi belum matang hihi.”
“Engga, bawa lagi saja , aku ndak mau.”
“Ih Mba Dru tidak baik loh menolak rejeki,”
“Memangnya rejeki dari dia doang.”
“Iya tapi ini ka itu lo Mba.”
“Apa sih Mel?”
“Anu, Itu lo Mba Dru, ini pokoknya harus habis. Mba Dru harus habiskan Kopi dan Singkong gorengnya!”
“Apaan sih Mel, ga jelas kamu. Sudah ah aku mau pulang.”

“Ehhhh, ngapain pulang. Udah Mba Dru di sini saja. Lagian di bawah rame.”
“Aku mau pulang, bodo amat di bawah rame kek sepi kek, aku kan cuma lewat Mel.”

“Plis Mba Dru habiskan dulu ya, nanti aku dimarahin mas Bram. Tadi pesannya singkong dan Triple X nya harus habis.”

 

Ya Tuhan, si Amel kalau polos suka keterlaluan. Aku mengalah, daripada Amel kena semprot, aku habiskan triple X ku sambil kutunggu singkong gorengnya.

 

Kamu itu Bram, sesekali menyebalkan tapi di lain kali kau sangat paham mauku. Kuteguk Triple X perlahan, ada Bram di dalamnya. Senyumnya, kecupnya dan doanya.

 

Ya Tuhan aku kangen sama Bram. Tidakkah hatimu merasa, betapa aku sesungguhnya rindu padamu Bram.

 

“Taraaaa, singkongnya datang Mba.”

“Dih hepi banget sih Mel.”
“Iya dong, aku suka kalau Mba Dru masih di sini, tandanya Mba Dru masih kangen sama aku.”
“Ih Amel, kamu hari ini tidak jelas. Tahu tidak?”

 

Di bawah sungguh ramai, sementara aku di atas sendirian, tidak ada pengunjung lainnya. Biasanya yang di bawah akan penuh kalau di atas sudah penuh, dan biasanya Koh Leo akan arahkan pengunjung ke atas dulu baru di bawah di isi.

 

Ada apa ya, perasaanku tidak enak.

“Kamu ngapain Mel, nongkrongin aku di situ?”
“Memang tidak ada pekerjaan lain Mel?”
“Ndak papa Mba dru, aku mau temani Mba Dru saja heheh.”

 

Senyam senyum, usap-usap kaki, sesekali pindah duduk. Ih Amel aneh banget.

 

“Mel, aku ga kuat habiskan singkong sendirian. Sini, daripada bengong kamu di situ, mending temani aku saja. Kita ngobrol, kita becanda, gitu Mel, mau?”

“Mau Mba, maaaau. Mana Mba, mana yang mau aku bantu habiskan.”
“Eh si Amel. Hahahahahahahhah.”

 

Gelap gulita, di luar hujan sangat deras. Ya Allah tumben sekali kedai Koh Leo gelap begini.

“Mel, Amel….”
 

Kok Amel mendadak raib. Kedai gelapnya bukan main, padahal belum terlalu sore, tapi langit yang menghitam, dan petir yang bersahutan semakin melengkapi kalutnya hatiku sore ini.

 

Sempurna. Bram hilang, hati tidak karuan, langit kelam, hujan deras dan sekarang kedai sebagai satu-satunya harapan biar aku sedikit gembira ikut kelam, tak sedikitpun cahaya yang bisa aku lihat.

 

Kucari handphoneku, untuk kucari flash sambil menunggu Amel datang membawa lilin dan Kedai segera nyala kembali lampunya.

 

Kok handphoneku juga hilang, kuraba-raba meja pelan-pelan, khawatir kusenggol kopiku kan berabe nanti.

 

Ya Tuhan, handphone di mana sih. Ini sih Worst Day namanya. Kekesalan datang bertubi-tubi hingga aku tak punya waktu untuk mengumpat dan marah sedikitpun pada Bram. Lanjut dengan Amel yang tiba cengengesan dan sekarang gelap gulita lalu handphoneku ikut raib. Lupa simpan di sebelah mana.

 

Bodo lah, mending aku rebahan sebentar. Tidak ada pengunjung lain yang lihat kan. Hmm kenapa di bawah juga ikut sepi. Tiba-tiba merinding.

 

Sosok hitam lalu lalang dalam hitungan detik, sekejap aku terhenyak. Mencoba kembali khusyuk untuk sisa sujud yang belum kuselesaikan, lagi-lagi bayangan dengan rambut menutupi sebagian wajahnya mengganggu dalam setiap ayat yang kualunkan.

 

Dadaku berdegup kencang, keringat dingin gencar membasahi dari segala penjuru. Teruskan, hentikan atau duh bagaimana ya?.

 

Merinding, saat kupejamkan mata, sosok itu mengganggu tidurku. Berkali- kali ayat kursi aku baca di dalam hati, berharap segera tidur dan mimpi dengan indah.

 

Dijambaknya rambutku, ditarik bermeter-meter. Tidak ada sedikitpun kesempatan untuk aku melawannya. Mukanya semakin beringas, taring yang dikeluarkan dengan mata nanar dan sedikit tetesan darah di sekitar bola matanya.

 

“Apa salahku?.”
“Ahhhh, jangan banyak bicara kau.”
“Sakit, jangan kau tarik rambutku!”

 

Tertawa terbahak-bahak, aroma tidak sedap memenuhi ruanganku, tangannya semakin kuat menggenggam, kepalaku dia tekan lalu dia putar. Kami saling berhadapan. Ya Allah inikah sosok setan yang dari kecil Bapak ceritakan?. Apa mau dia sebegitu murkanya denganmu.

 

Aku meraung. Kepalaku seolah sudah tau jelas bentuk. Dibenturkan berkali-kali, dia terik lagi lebih lama lagi.

 

Lalu dibantingkan badanku. Bruuuuuuuk, semua pajangan menimpa tubuhku. Pigura, cermin besar, buku-buku dan yasin Bapak.

 

“Dasar kau anak durhaka. Tak pantas kau berbahagia. Kau tinggalkan Ayah dan Ibumu sementara kau asyik tertawa bersama teman-temanmu.”
“Kau salah, apa maksudmu?. Aku tak pernah meninggalkan Bapak dan Ibu.”
“Masih mau kau sangkal?. Berapa kali kau doakan Bapak dan Ibumu hah?. Keparat kau, akan kubuang kau hingga kau sadari kesalahanmu.”

 

Dia injak tubuhku, hingga aku sudah tak punya tenaga lagi untuk bangun bahkan untuk sekedar berteriak.

 

“Ya Tuhan aku tak pernah ikhlas jika aku harus kehilangan hidupku karena sosok mahluk menyeramkan ini.”

 

Allahu la ilaha illa huwal hayyul qayyum…

 

“Mba, Mba Dru bangun. Pamali mau magrib tiduran, pasti mimpi buruk ya?”
“Aku ketiduran Mel?”
“Iya Mbak, teriak-teriak bikin kaget aku.”

“Jam berapa Mel sekarang?. Kok masih gelap sih. Aku lama nda tidurnya?”

 

Blasssst, kedai akhirnya menyala, kugosok-gosok mataku. Berharap tidak ada kejadian aneh saat aku terlelap tadi.

 

Happy Birthday to you, happy birthday to you, happpppyyyyy…

 

Eh… sik sik… Ya Tuhan kenapa tiba-tiba penuh ruangan atas Kedai Koh Leo.

 

“Siapa yang ulang tahun Koh?. Aku ndak ulang tahun loh.”
“Hai sayang…bobonya nyenyak banget. Terima kasih ya doanya, kadonya, cerpennya dan puisi untuk aku.”
“Hah…ih Bram kamu kenapa sih?. Aku kan sedang kesal sama kamu, aku telpon, aku chat tidak ada satupun balasan dari kamu. Terus sekarang sok manis di depan aku?”

“Surpriseeeeeeeee….sekali-kali yang ulangtahun yang ngerjain dong, masa aku terus yang jadi korban jahilnya kamu.”

 

Kutatap Bram, ya Tuhan senyummu Bram.

 

Kupeluk erat Bram, sungguh aku rindu sama Bram.

“Selamat ulang tahun Bram, semoga berkah selalu Allah limpahkan untuk kamu dan semoga Allah SWT mengabulkan setiap doamu, doa kita.”

“Aamiin Ya Rabbal Alamin…eh itu iler bersihin dulu ah. Tengkyu sayang, aku happy hari ini.”
“Tapi aku bete.”
“Iya itu mauku hari ini. I love you.”

 

Kok bisa sih Bram kamu buatku seperti ini, bagaimana aku bisa lupakan kamu, sementara sedikit-sedikit kau beri aku energy yang luar biasa membuatku semakin hidup.

 

“Hmm Dru, tadi mimpi apa sih?. Seram lo isi mimpinya. Sumpah deh.”
“Aku sampai berteriak ya?”
“Iya sayang. Kamu kangen Bapak sama Ibu mungkin.”
“Iya aku kangen.”

 

Dipeluknya erat dan dikecup dalam keningku oleh Bram.

 

Ya Allah jaga lelakiku hingga tiba suatu saat kau persembahkan untukku, temani aku dan memperbaiki hidup  bersama dalam restuMu dan waktu terbaikMu. Aamiin.

 

Aku mau Bram untukku.

“Dru, doa Bersama yuk. Jangan lupa Al Fatihan untuk Bapak dan Ibu.”

 

Aku mencintaimu sepenuh hatiku.

 

#bandung, 10.10.20


 

 

 

 

 

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.