Rindu

Rindu

Seorang lelaki tua duduk termangu di sudut rumah itu. Hening, hanya suara gemericik air dari akuarium yang memenuhi indera pendengarannya. Rumah itu masih sama, kenangannya tetap di sana, meski banyak perabot yang mulai lapuk dimakan usia.

Teko di meja setengah kosong, tanda ia sudah cukup lama berdiam diri di situ. Teh beraroma melati meninggalkan jejak-jejak cerita lama. Dulu selalu ada setangkup roti selai dan celoteh riang yang mengiringinya menyeruput teh. 

Sesekali terdengar suara gemericit dari dalam lemari usang di sebelahnya. Mungkin tikus sedang berpesta pora mencacah baju di dalamnya yang tak pernah lagi dirawat. Si lelaki tua memang tak pernah lagi merapikannya sejak cerita itu usai. Hanya akan mengingatkannya pada paras ayu pemilik baju-baju itu.

Pandangannya sejak tadi hanya tertuju pada kursi berdebu di seberang. Memorinya memutar ulang adegan wajah ayu putrinya yang duduk tertunduk malu-malu, lima tahun lalu. Pulasan make up natural terlihat sangat cocok di hari bahagianya. Putrinya sedang gugup, menanti mempelai pria datang menjabat tangannya untuk mengucap akad.

Dunia seakan runtuh saat ia melihat putrinya pingsan setelah menjawab telepon. Kabar mempelai pria tewas kecelakaan saat akan menuju rumah mempelai wanita segera tersebar begitu cepat. Semua selesai begitu saja. Tak ada perayaan, hanya ada bisik-bisik pelan ungkapan simpati yang canggung untuk disampaikan.

Lima tahun berlalu, tak pernah lagi ia dengar kabar putrinya. Apakah cintanya sebagai anak tak lebih besar dari cintanya ke calon suaminya? Ia begitu marah. Entah pada putrinya yang melupakannya, entah pada penabrak calon menantunya yang lari dari tanggung jawab, atau entah pada Tuhan karena telah mengambil kebahagiaan putri semata wayangnya.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.