Akhir Kisah “Penembak Emprit” 

Kami membidik laiknya sniper. Pelan mengendap-endap.  Wushh...batu ketapel kami lontarkan bersamaan.

Akhir Kisah “Penembak Emprit” 

 

Ketika kecil, aku punya tiga sahabat. Namanya Asep, Anto dan Entong. Mereka adalah tetanggaku. Merekalah sahabat yang menemani sepanjang masa kecilku.

Kami bermain bersama mencari jejak, mencari jeruk buangan tetanggaku pemilik toko buah, mencabuti singkong mentah, melepas burung dara, cari ikan di kubangan sawah. 

Oleh tetanggaku kami sering disebut "penembak emprit". Karena kami kemana-mana selalu mengalungkan ketapel di leher kami. 

Ketapel kami buat sendiri dari ranting jambu klutuk bertalikan karet balon dan dengan plastik permen untuk pembungkus batunya.

Kami terinspirasi sekelompok  bujang di kampung kami yang selalu bawa senapan angin untuk berburu bajing.    

Kalau ditanya, kami memang selalu bilang ketapel ini untuk cari emprit. Walau kami dijuluki "penembak emprit" belum ada empritpun yang berhasil kami tembak. 

Pernah suatu ketika kami melihat kawanan emprit hinggap di pohon petai. Entong kasih kode agar kami diam. 

Kami membidik laiknya sniper. Pelan mengendap-endap. Wushh...batu ketapel kami lontarkan bersamaan.

"Duenggggggg, Duenggggg Duengggggg!" 

Terdengar hujanan batu nyasar dari ketapel kami di atap rumah milik Mbak Butet yang terbuat dari seng.    

"Woy klean! Gua sunat looo!!"

Mbak Butet teriak ke arah kami dari dalam rumah. Kami lari tunggang langgang. 

Jadinya ketapel kami lebih banyak untuk menembak layangan terbang..., menembak kaleng...,bahkan buat saling todong ketapel pas kami lagi berantem. 

Semuanya kini berubah. Asep dan Anto putus sekolah saat SMA dan aku tidak tahu di mana mereka sekarang. 

Sedangkan Entong  meregang nyawa karena menenggak banyak miras oplosan di usia belasan. 

Lalu bagaimana nasib perburuan emprit kami?

Sama Pahitnya
   
Suatu hari, “Pluk!!” Seekor emprit sekarat di depan kami berempat. Emprit berbulu kuning di atas pohon Waru itu KO setelah "tertembak jatuh" ketapel milik Asep.  Kami berhasil ! 

"Wahh dibakar terus dimakan wae," seru Anto.

Alih-alih berniat merayakan nikmatnya BBQ emprit, daging yang hanya sebesar jempol harus dibagi empat dan sangking kecilnya akhirnya tertimbun arang. 

Hasilnya rasa empritnya pahit, sepahit nasib persahabatan kami.

Jakarta, 11 Februari 2020 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.