Aku Butuh Senyummu

Pada kesempatan hari nan fitri ini, mari kita membangun kerukunan melalui senyuman yang tulus diiringi dengan permohonan maaf lahir dan bathin

Aku Butuh Senyummu
Senyum...

 

 

            Alkisah ……….urusan senyum itu memang aneh, diberikan kepada seseorang tidak harus merasa kehilangan dan bahkan berakibat baik oleh karena itu, jangan pelit-pelit. Tidak mudah memberi senyum bisa dicap sombong, terlalu serius, bawaannya angker, serem, dan sebagainya. Senyum-senyum sendirian juga bisa gawat dan harus segera diperiksakan ke dokter ahlinya. Lalu bagaimana yang seharusnya?

            Seulas senyuman yang diberikan kepada orang yang sedang susah, sedih, sakit, kecewa, putus asa, tentu akan besar dampak positifnya. Tetapi mengapa kondisi sekarang dalam kenyataan sehari-hari banyak orang yang bisa senyum-senyum ketika melihat atau membaca HP namun, tidak demikian ketika orangtua bertemu anak, atau sebaliknya ketika anak bertemu dengan orangtuanya, antara suami dan isteri dan antara sesama teman. Sudah menjadi barang mahalkah suatu senyuman yang tulus itu, sehingga tidak dapat diberikan di antara sesama kita.

            Apa beda senyum dan ketawa? Konon sejak pandemi covid-19 merajalela, orang bisa ketawa (terbahak-bahak) itu akan naik imun tubuhnya. Bukankah kata orang senyum itu adalah salah satu bentuk sedekah dan secara umum senyum merupakan sebuah ekspresi yang menunjukkan rasa bahagia atau bahkan suatu bentuk keramahan seseorang. Senyum juga cara mudah untuk menyapa orang lain, seulas senyum dapat menggambarkan ragam perasaan seseorang, maka jangan sekali-kali melemparkan senyum sinis karena itu bisa melukai perasaan orang lain.

            Lalu apa bedanya dengan tertawa? Tertawa adalah ekspresi suara, misalnya ha…..ha…..ha, merupakan cerminan keriangan, kebahagiaan, keceriaan, kelucuan, dan lain-lain. Tertawa harus renyah dan lepas (sejauh tidak mengganggu atau mengusik orang lain yang ada di sekitarnya), tidak di depan seseorang yang sedang mengalami kedukaan, sebab bisa-bisa orang heran dan di cap sinting kan payah. Tertawa boleh dan bahkan harus tapi jangan menertawakan orang lain, lebih baik menertawakan diri sendiri di depan cermin untuk kemudian berubah menjadi lebih baik.

            Dalam kenyataannya, mungkin karena kesibukan yang mendera atau sedang terlilit masalah, sehingga orangtua tidak tersenyum kepada anaknya begitu juga sebaliknya. Demikian juga halnya, bisa saja terjadi di antara pasangan suami-isteri, kalau dulunya murah senyum apalagi saat-saat masih dalam rangka pendekatan senyum itu seolah-oleh mengalir kalaupun tak boleh disebut di ‘obral’. Namun, kini apapun penyebabnya janganlah lupa tersenyum yang tulus baik orangtua kepada anaknya atau sebaliknya anak kepada orangtuanya.

            Ingat lho, mahal senyum bisa menjadi awal ‘retak’nya suatu hubungan dan kebih lanjut keretakan itu bisa berakibat macam-macam, seperti malas berkomunikasi, lebih baik diam daripada ribut, dan sebagainya. Dalam hal ini, jangan sekali-kali menerapkan istilah ‘diam berarti emas’, karena tidak cocok konteksnya. Kalau memang ada ketidakcocokan satu sama lain, ada baiknya duduk bareng, bicarakan baik-baik (tidak nada tinggi, tapi dengan raut muka yang adem) pasti ada solusi.

            Bukankah memang di dunia ini tidak ada yang cocok seperti moor dan baut, seperti stop kontak dan colokan listrik. Sebuah istilah dalam bahasa Jawa ‘tumbu entuk tutup’ (artinya: sebuah wadah terbuat dari bambu, misalnya wadah nasi/bakul dan kemudian mendapat tutupnya yang pas/klop). Kalimat ini diucapkan untuk menggambarkan sesuatu yang serasi, tepat, pas banget, kompak, saling mengisi, dan melengkapi satu sama lain).

            Pasangan suami-isteri adalah ibarat sepasang sepatu, yang namanya cinta bukan berarti seumur hidup tidak pernah bertengkar, tetapi setelah bertengkar tidaklah menyimpan dendam. Terhadap hal besar rundingkanlah bersama-sama, sedangkan terhadap hal kecil cukup saling memaklumi. Saling menghargai dan saling memaafkan. Sekali lagi, di dunia ini tidak ada orang yang terlahir dengan kecocokan. Jadi jangan berharap banyak untuk suatu kesamaan, lebih baik membawa cinta, suka damai, rukun, saling melayani, maka bersejahteralah.

Rahasia Rumah Tangga Awet

            Rumah Tangga akan awet jika dibangun di atas pondasi yang kokoh, baik dalam suka maupun duka diharungi bersama-sama. Kalau salah seorang mempunyai kekurangan (ibarat) seperti banyaknya bintang di langit, sampai-sampai tak terhitung jumlahnya dan nyaris tak ada kebaikannya, maka seorang yang lain jadilah matahari (bisa suami – bisa juga isteri). Matahari itu begitu terbit akan menghapus semua bintang sehingga bintang-bintang itu menjadi tak terlihat lagi. Jangan sekali-kali seseorang itu hanya melihat ‘titik hitam’nya saja. Cobalah dan kenanglah masa-masa manis sehingga yang terjadi adalah harmonis.

            Pembaca tentu pernah mendengar orang mengucapkan kalimat ‘seperti mimi lan mintuno’, artinya (dalam filosofi Jawa) mengibaratkan sepasang hewan sejoli yang terkenal setia, sehidup semati. Untuk pasangan suami-isteri merupakan sebuah doa, jadilah pasangan yang setia, awet rukun selama-lamanya dan semua orang tentu mendambakan hal yang demikian. Mimi dan Mintuno adalah sepasang hewan yang tidak dapat dipisahkan, sebab apabila terpisah maka kedua hewan ini akan mati. Hidup rukun adalah dambaan setiap orang, maka berusahalah.

            Kebencian akan menimbulkan pertengkaran, tapi kasih sayang menutupi segala kekurangan. Kalau ada pembaca yang mengatakan, aaah itu kan mudah diucapkan tapi tidak mudah untuk dilakukan. Cobalah, ingat waktu kita masih kecil dan belajar berjalan atau belajar naik sepeda. Berapa kali terjatuh tapi dapat bangkit lagi, maka jangan hitung berapa kali Anda terjatuh, tapi hitunglah berapa kali Anda bangkit dan berani mencoba lagi. Biasakanlah, jadikan habit untuk hal-hal baik niscaya ada damai dan teduh di hati dan pikiran. Jangan hitung berapa kali orang menyakiti kita, karena ada tiga kata indah, yakni: maaf – tolong – terimakasih. Sangat sederhana, sesederhana kita memberi senyum dan tawa kepada sesama.  

            Oleh karena itu, kembalikanlah senyummu wahai ibuku…..bapakku…..anakku…. dan cukuku…..juga teman-temanku, aku membutuhkan senyumanmu karena senyum adalah ibadah (smile is a type of charity). Senyum adalah sedekah yang paling mudah, selain bernilai ibadah, senyum juga dapat memupuk hubungan baik antar sesama manusia. Damai di bumi – damai di hati – di hari nan fitri ini, teriring ucapan mohon maaf lahir dan batin.

 

Jakarta, 7 Mei 2022

Salam penulis: E. Handayani Tyas; Universitas Kristen Indonesia – tyasyes@gmail.com

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.