Di Sebuah Restaurant (Bagian Kedua)

Diangkat dari kisah nyata. Latihan menulis dengan kata kata random.
 Kali ini kata-katanya dari hasil permainan tebak gambar bersama anakku.
 Kata kata aslinya dalam bahasa inggris yang aku terjemahkan: 
 handuk, kecil, dibutuhkan, adalah, topi, sekarang, bawah.


Di Sebuah Restaurant (Bagian Kedua)


Bagian kedua.


Ada cerita lain saat aku tinggal di kota lain.
Kota itu sangat kecil. Tidak ada Mall. Tidak ada restaurant Asia. Tidak ada yang jual bumbu Asia. Jadi mau masak makanan Asia sendiri juga enggak bisa.
Aku kangen banget makanan Asia.
Begitu tiba tiba ada Restaurant Asia baru dibuka, langsung aku datangi.

Saat aku  bertemu dengan pemilik Restaurantnya. Rasanya aku kenal wajahnya.
Wajahnya tampan, hitam manis, matanya dalam dengan bulu mata panjang lentik.
Hidungnya mancung. Dengan jenggot pendek yang membuatnya tambah menarik. Sebut saja namanya Arjun. Dia keturunan India.
Ternyata Arjun ini pernah datang ke rumahku sebagai petugas TV cable.
Dia ramah dan suka ngobrol. Tidak seperti petugas lain yang cuma datang, betulin, lalu pulang.
Dia menceritakan kisah hidupnya sambil melakukan pekerjaannya. Jadi aku agak tahu sedikit tentang dia.
“Oh bagus sekarang kamu udah punya usaha sendiri ya, daripada jadi pegawai.” kataku
“Tapi aku masih kerja di situ juga.” katanya.
“Oh bagus jadi ada tambahan penghasilan.” kataku.
Lalu kami bercakap-cakap sambil menunggu pesanan makananku datang.
Saat pesanan makananku datang, aku duduk ingin menyantap makananku.
Tapi aku terkejut saat Arjun juga ikut duduk semeja di hadapanku.
Aneh, karena biasanya pemilik restaurant tidak duduk bersama tamu.
Aku agak tidak nyaman, tapi kubiarkan dia tetap melanjutkan percakapan. Walaupun sebetulnya aku kurang suka bercakap-cakap di saat makan.
Aku lebih suka konsentrasi makan saja. Makanya aku maunya sendirian ke restaurant.


Ternyata Arjun semakin seru bercerita hingga ludahnya muncrat-muncrat.
Aku jadi jijik. Biar ganteng juga, kalau ludahnya muncrat muncrat ke makanan, jadi ngeselin.
Untung saat itu belum musim covid. Jadi paling tidak aku enggak sakit, cuma jijik aja.
Aku makan cepat-cepat, sebelum makananku makin tercemar ludah si Arjun.
Arjun senang ngobrol panjang lebar. Sebetulnya dia pintar, wawasannya luas, enak diajak ngobrol. Tapi kadang kadang dia suka menanyakan hal hal yang pribadi. Membuatku kurang nyaman. Mungkin karena perbedaan budaya. Karena Arjun belum lama pindah ke negara ini.

Sebetulnya aku nggak mau dateng lagi ke restaurant dia. Tapi karena saat itu cuma dia satu satunya yang jual makanan India di kota itu. Jadi mau nggak mau aku tetap dateng sesekali ke situ. Tapi aku jadi lebih sering memesan untuk dibawa pulang. Tidak makan di situ.
Kecuali kalau lagi nggak ada dia di situ.

Pernah juga saat aku memesan makanan untuk makan di situ, karena kulihat Arjun tidak ada di situ, eh tiba tiba dia datang dan duduk di sampingku lagi.
Kadang kadang ada tamu di meja lain yang diajak Arjun untuk pindah ke mejaku.
Aduh rasanya tidak nyaman banget, tapi aku kan tidak mungkin mengusir Arjun. Dia kan yang punya restaurant.
Dia ini baik dan ramah sekali, tapi tidak sadar kalau kadang kadang terlalu ramah juga membuat pelanggan kurang nyaman.

Si Arjun juga dermawan. Dia sering menyumbang makanan untuk acara pesta di gereja kami.
Walaupun Arjun bukan Kristen, tidak ikut beribadah bersama kami. Juga tidak pernah dimintai sumbangan.


Biasanya aku jalan kaki ke kantorku, cuma sekitar setengah jam jalan kaki. Aku anggap seperti olahraga pagi. Tapi karena cuaca pagi itu sangat buruk, hujan salju. Maka aku terpaksa menelpon taxi. Begitu aku masuk ke Taxi, aku terkejut ternyata sopir taxinya si Arjun.
Ternyata dia merangkap sopir taxi juga. Taxinya milik dia sendiri, yang jadi sopir dia juga. Jadilah aku harus mendengarkan cerita dia sepanjang jalan. Ya untung aku tidak sambil makan. Cuma sekarang Arjun jadi tahu kantor aku di mana.


Saat itu aku  bekerja sebagai graphic designer di sebuah surat kabar lokal.
Pekerjaannya membosankan karena kebanyakan cuma membuat layout sederhana aja.
Tapi karena tinggal di kota kecil, tidak ada pilihan lain. Susah mencari pekerjaan sesuai bidangku.
Suatu hari aku lihat ada iklan lowongan pekerjaan.
DIBUTUHKAN : Web Designer. 
Sebuah Perusahaan IT yang baru dibuka mencari web designer. Karena aku punya pengalaman sebagai Web designer, aku ingin melamar. Aku google untuk mencari keterangan tentang perusahaan itu. Sebelum melamar aku harus riset tentang perusahaan itu dulu.
Begitu kubuka halaman tentang About Us, saya lihat ada foto pendirinya.
Ternyata si Arjun.
Dia lagi, dia lagi….
Aku jadi mengurungkan niatku untuk melamar. Tapi aku jadi ketawa.
Aduh  kalau aku kerja di sana, nanti setiap makan siang, bisa bisa dia ngobrol di dekatku, ludahnya muncrat-muncrat ke makananku.

 

Aku kagum si Arjun ini ADALAH pekerja keras. Dia memakai banyak TOPI.
Pegawai sekaligus wirausaha. Usahanya KECIL-KECIL tapi banyak. Ada beberapa usaha DIBAWAH pengelolaannya. Dia memiliki restaurant, mini market, toko baju, toko peralatan kantor,  kantor IT, Taxi.
Selain itu dia masih bekerja sebagai pegawai juga di sebuah perusahaan High tech di luar kota.
juga pegawai TV cable.
Dulu dia memiliki perusahaan high tech di negaranya. tapi dia tidak sungkan untuk melakukan pekerjaan apapun untuk beradaptasi di negara baru. Bahkan setelah mendapat pekerjaan yang lebih baik, pekerjaaan lamanya tidak dilepas.
Aku bingung bagaimana dia bisa mengatur waktunya?

 

Beberapa hari sebelum aku pindah ke kota lain, aku sempat bertemu Arjun. Aku sedang berjalan kaki saat pulang kerja. Mobil Arjun lewat dan berhenti saat melihatku.
Lalu kami berbincang-bincang sebentar.
“Kenapa pindah?” tanyanya
“Cari kerjaan yang lebih baik, di sini susah nggak banyak pilihan.” kataku.
“Kenapa kamu tidak mau kerja di kantorku?, kita perlu web designer!” katanya.
Ya aku kan tidak mungkin jawab jujur, sebab dia kalo ngomong ludahnya muncrat.
“Terima kasih, tapi aku lebih senang tinggal di kota besar, banyak makanan Asia.” jawabku.

Aku enggak bohong, emang aku suka banyak makanan Asia di kota besar.
Tapi itu bukan alasan utamaku pindah.
Udara sangat terik saat itu, Arjun mengelap keringat dengan HANDUK kecil.
“Ayo aku antar pulang!” katanya ramah.
“Nggak usah, terima kasih. Aku mau olah raga jalan kaki.” kataku.
“Jangan pindah lah, di sini aja!” katanya.
“Aku sudah mantap mau pindah, sudah dapat tempat sewa rumah di sana.”kataku.
“Oh begitu, I will miss you. Kalau sudah pindah jangan lupa main main ke sini lagi ya!” katanya.
“Iya.” jawabku basa basi.
Tapi tidak mungkin aku main-main ke kota itu lagi.
Karena aku pergi meninggalkan mantan suamiku yang waktu itu selingkuh dengan teman dekatku. Tapi tentu aku tidak akan bilang ke Arjun soal itu. Terlalu pribadi untuk diceritakan.
Mobilnya melaju dan aku meneruskan perjalananku.
Itu adalah saat terakhir aku melihatnya.

Walaupun ada kebiasaannya yang kurang aku sukai, tapi banyak pelajaran yang kupetik dari Arjun.
Terutama kerja kerasnya dan keramahannya.
Di restaurant Arjun, kita bukan hanya disajikan hidangan lezat.
Tapi diberikan pengalaman hidup, melalui cerita-ceritanya yang menarik. Walaupun dibumbui ludah yang muncrat-muncrat.


Tamat.


 






 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.