Izinkan Aku Menciummu

Izinkan Aku Menciummu

Masih terngiang jelas kemarahan bapak waktu itu, aku yang masih SMP pun sepenuhnya ga paham, kenapa pulang terlambat aja bisa menyebabkan beliau semarah ini. "Kenapa kamu ga mencontoh kakak kamu?" 
"Kenapa Kamu ga terus Terang?" 
"Kenapa Kamu sulit sekali diatur?"

Pertanyaan2 itu akrab sekali ditelinga ku. Perlahan  aku sendiri jadi menerima bahwa Aku memang mungkin memang demikian. Anak Lelaki yang tidak bisa sebaik Bang Ihsan, suka berbohong, dan sulit diatur..

Yah sudahlah, yang penting diluar sana aku punya banyak teman yang sangat senang bergaul denganku. Pulang kerumah hanya sebatas kewajiban, agar Bapak Bos tidak marah-marah terus. Capek kan ya dengernya, belum lagi jantung ku selalu berdegup lebih cepat jika mendengar suaranya kala mulai meninggi.

Tahun-tahun Berlalu, dan Akhirnya Aku bisa menyelesaikan pendidikan sarjanaku. Aku tetap berusaha menjadi anak baik, karena Bapak memang menanamkan pondasi agama yang kuat sekali pada kami. Walau aku tidak suka berada dekat nya, dan masih sering dimarahi..nasiib lah ya.

Di hari ke 40 sejak Wafatnya bapak, kami ketiga anaknya berkumpul, dan mengingat kebaikan-kebaikan beliau.
"Bang Ben tau gak istimewanya bapak?" Giliran Lis, si Bungsu bercakap.
"Bapak setiap anak2 nya berangkat kerja, selalu mengadahkan tangannya Ke
Langit, beliau berdoa dengan khusyuk dipagar, baru dia masuk kerumah".

Tak terasa air mata ini menetes, aku ga pernah tau hal itu selama ini. Dibalik kerasnya pendidikan bapak yg aku rasakan, beliau ternyata sangat menyayangi kami. Andai waktu bisa diulang, ingin rasanya aku selalu mencium pipinya setiap pamitan pergi, seperti aku mencium pipi ibu, bukan sekedar cium tangan ala kadarnya..
Pak,aku menyayangimu, aku menyesal, maafkan aku, terima kasih.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.