Ketika Belanda Menyampaikan Sesal Akan Masa Lalu

Setelah 78 tahun, Belanda akhirnya menyampaikan pengakuannya atas tanggal kemerdekaan RI. Lantas, mengapa pengakuan ini malah menuai tanggapan negatif dari Indonesia?

Ketika Belanda Menyampaikan Sesal Akan Masa Lalu
Sumber: Asia Times

 

Ternyata negara yang paling lama menjajah Indonesia baru mengakui bahwa Indonesia merdeka pada 1945 setelah 78 tahun kemudian. Saya baru menyadari hal ini ketika membaca pada 14 Juni lalu bahwa Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte (yang baru saja mengundurkan diri), menegaskan, "Belanda mengakui 'sepenuhnya dan tanpa syarat' bahwa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945" (CNN Indonesia, 14 Juni 2023). Meski ada ungkapan better late than never, tetap ada pihak-pihak yang belum puas dengan pernyataan ini.

Pernyataan ini menyusul pernyataan lainnya dari pihak Belanda selama beberapa tahun silam yang mengindikasikan adanya semacam “pengakuan dosa”. Bahkan Raja Willem-Alexander, raja Belanda, menyampaikan permintaan maaf untuk kekerasan yang dilakukan pihak Belanda kepada Indonesia pada 1945 hingga 1949. Pernyataan ini disampaikan saat bertemu dengan Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke Istana Negara pada 2020. “Saya ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf saya untuk kekerasan eksesif yang dilakukan pihak Belanda pada tahun-tahun tersebut,” demikian tutur Willem (Reuters, 2020).

 

“Saya ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf saya untuk kekerasan eksesif yang dilakukan pihak Belanda pada tahun-tahun tersebut.”  - Raja Willem-Alexander.

 

Ini bukan pengakuan bersalah yang pertama. Hampir 10 tahun sebelumnya, yakni pada 2011, perwakilan Belanda juga menyampaikan permintaan maaf untuk pembunuhan massal atas 400 lebih orang yang terjadi di Desa Rawagede, Jawa Barat, pada 1947. Sebenarnya, PBB sudah melaporkan kejadian ini pada 1948, tetapi tidak pernah ada investigasi atas peristiwa ini. Sekitar 64 tahun kemudian kompensasi akhirnya diberikan Pemerintah Belanda kepada beberapa penyintas setelah mereka mengajukan tuntutan kepada pengadilan Belanda. Pada 2013, pihak Belanda menyampaikan lagi permintaan maaf untuk pembunuhan massal yang menyebabkan ribuan korban di Sulawesi Selatan pada 1946–47 dan juga memberikan kompensasi kepada pihak-pihak terkait.

 

Aksi para nasionalis pada 1945 (thelowcountries.com)

 

Kekerasan yang terjadi selama masa agresi militer pada 1945–49 oleh pihak Belanda, sebagai upaya perebutan Indonesia kembali setelah Jepang menyerah, sudah menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat Belanda sejak 1969. Tahun itu, seorang mantan tentara Belanda bernama Johan Hueting mengungkap kekejian yang ia saksikan saat bertugas di Indonesia, bahkan keterlibatannya dirinya sendiri, pada sebuah siaran TV di Belanda. Sebuah investigasi pun diluncurkan pada tahun itu oleh pihak Pemerintah Belanda.

Seorang sejarawan Belanda yang melakukan investigasi mengungkap terjadinya kejahatan perang oleh pihak Belanda terhadap Indonesia dalam kurun waktu 1945-49. Namun, selanjutnya, istilah “kejahatan perang” telah dihilangkan. Pada versi resmi laporan pemerintah Belanda, diakui adanya “ekses-ekses” atau “excessive violence” yang terjadi secara struktural.

 

Selanjutnya, istilah “kejahatan perang” telah dihilangkan. Pada versi resmi laporan pemerintah Belanda, diakui adanya “ekses-ekses” atau “excessive violence” yang terjadi secara struktural.

 

Akibat investigasi ini muncul reaksi dari para mantan tentara yang terlibat masa itu yang merasa telah berkorban untuk negaranya. Oleh karena itu, pengakuan tanggal kemerdekaan RI pun menjadi hal yang sensitif bagi Belanda. Ketika Ratu Beatrix akan menghadiri peringatan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1995, rencana pun batal karena kontroversi yang potensial timbul di negaranya. Baru pada 2005, Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Bot menjadi utusan pertama Belanda yang menghadiri peringatan kemerdekaan Indonesia setelah hampir 60 tahun kemerdekaannya. Bot menyebutkan bahwa kehadirannya bertujuan menyampaikan “penerimaan politik dan moral” pemerintah Belanda terhadap kemerdekaan RI yang jatuh pada 17 Agustus 1945 (Tirto.id, 2017). Tidak ada perkataan maaf.

Permintaan maaf Pemerintah Belanda tahun lalu datang melalui Perdana Menterinya, Rutte, pada 2022 untuk keterlibatan Belanda dalam perbudakan pada masa kolonialisme. Pernyataan ini terjadi setelah Rijkmuseum Amsterdam pada 2021 menyelenggarakan ekshibisi tentang keterlibatan Belanda dalam perdagangan budak selama era emasan Belanda (1588–1672) yang dijuluki “the Dutch Golden Age”. Belanda merupakan negara yang mendominasi perdagangan dunia pada abad ke-17. Kekuasaan dan pencapaiannya pada era keemasan yang meski hanya memperkaya segelintir elite, telah memungkinkan kemajuan ekonomi, budaya, dan teknologi yang pesat di negara kincir angin tersebut. Hal ini disokong oleh praktik-praktik eksploitasi dan penindasan terhadap bangsa-bangsa lain.

 

Kekuasaan (Belanda) dan pencapaiannya pada era keemasan yang meski hanya memperkaya segelintir elite, telah memungkinkan kemajuan ekonomi, budaya, dan teknologi yang pesat di negara kincir angin tersebut. Hal ini disokong oleh praktik-praktik eksploitasi dan penindasan terhadap bangsa-bangsa lain.

 

Istilah “the Dutch Golden Age” yang sudah lama digunakan dalam sejarah Belanda, kini mulai ditinggalkan. Pada ekshibisi perdagangan budak, istilah ini pun tidak digunakan lagi. Meskipun demikian, jejak-jejak masa lalu terus mengikuti bahkan pada ekshibisi yang membawa nama harum Belanda. Misalnya, pada ekshibisi lukisan Vermeer, sang maestro Belanda, yang baru berlangsung beberapa waktu lalu. Bagai mesin waktu, lukisan-lukisan Vermeer membawa pemirsa ke sebuah masa lalu saat segelintir elite hidup makmur berkat kekayaan yang diperoleh Belanda dari benua lain melalui eksploitasi ekonomi dan kekerasan.

 


Lini Masa Pernyataan Pengakuan dan Maaf Belanda kepada Indonesia

2005:  Penyampaian “penerimaan politik dan moral” pemerintah Belanda terhadap kemerdekaan RI yang jatuh pada 17 Agustus 1945 melalui utusan yang menghadiri perayaan kemerdekaan di Indonesia

2011: permintaan maaf atas pembunuhanan massal 400 lebih orang yang terjadi di Desa Rawagede, Jawa Barat, pada 1947

2013: Permintaan maaf untuk pembunuhan massal yang menyebabkan ribuan korban di Sulawesi Selatan pada 1946-47

2020: Permintaan maaf untuk kekerasan yang dilakukan pihak Belanda kepada Indonesia pada 1945 hingga 1949. (Berdasarkan penyelidikan 1969 dan 2017)

2022: Permintaan maaf untuk keterlibatan Belanda dalam perbudakan pada masa kolonialisme menyusul penyelidikan 2019. (Menyinggung peran VOC di Asia, tidak secara khusus menyebut Hindia Belanda)

2023: Pengakuan 'sepenuhnya dan tanpa syarat' bahwa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 (14 Juni)


 

Dalam permintaan maafnya, Rutte menyebutkan selintas bahwa “Di Asia, antara 660.000 dan lebih dari satu juta orang—kami bahkan tidak tahu persis berapa banyak—diperdagangkan di wilayah-wilayah di bawah wewenang Perusahaan Hindia Timur Belanda [VOC]” (Tempo, 2022). Permintaan maaf ini tidak secara langsung ditujukan pada sistem perbudakan yang diselenggarakan di Hindia Belanda, koloni yang penting bagi penguasaan Belanda atas perdagangan rempah-rempah.

Pada abad ke-17 dan 18, VOC berperan penting dalam perdagangan budak di Asia Tenggara. Pada akhir era emasan Belanda, setengah dari jumlah penduduk Batavia—wilayah yang penting bagi operasi VOC—adalah budak. Perempuan-perempuan pun didatangkan dari berbagai wilayah nusantara untuk dijadikan nyai alias gundik yang mengurus rumah tangga dan memberi pelayanan seksual kepada pegawai-pegawai VOC di Batavia.

 

Perempuan-perempuan pun didatangkan dari berbagai wilayah nusantara untuk dijadikan nyai alias gundik yang mengurus rumah tangga dan memberi pelayanan seksual kepada pegawai-pegawai VOC di Batavia.

 

Permintaan maaf Belanda lebih ditujukkan pada perdagangan budak di wilayah jajahan Caribbean. Namun, ternyata hal ini juga tidak memuaskan bekas koloni di wilayah tersebut, terutama karena tidak adanya kompensasi yang ditawarkan Pemerintah Belanda. Meskipun begitu, inisiatif untuk menyatakan maaf dianggap sebagai sebuah langkah maju.

 

Jan Vermeer, Woman with a Water Jug  c 1660–1662 (Wikipedia)

 

Inisiatif pengakuan dan permintaan maaf Belanda kepada bekas koloninya merupakan buah dari rekomendasi komite yang dibentuk oleh pemerintah Belanda pada 2019 untuk menyelidiki keterlibatan Belanda dalam perbudakan di masa kolonialisme. Terkait Indonesia, ada desakan dari laporan independen baru hasil penyelidikan 2017 yang didanai Pemerintah Belanda, yang melihat lebih kritis peran Belanda selama peperangan dengan Indonesia pada 1945–49. Bahkan pada 10 Juli lalu, berdasarkan rekomendasi sebuah komite independen, Pemerintah Belanda secara resmi akan mengembalikan kepada Pemerintah Indonesia 472 benda bersejarah yang diperoleh dari hasil rampasan perang dan penjarahan.

Pengakuan Pemerintah Belanda terhadap 17 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan Indonesia tentunya tak lepas dari hasil penyelidikan-penyelidikan independen di atas. Namun, pengakuan ini tidak memuaskan beberapa pihak dan malah menuai kontroversi di media-media Indonesia karena tak beda dari pengakuan politik dan moral yang tidak memiliki konsekuensi hukum maupun kompensasi. Tampaknya, banyak yang perlu dibereskan Pemerintah Belanda dalam menghadapi masa lalunya guna meningkatkan hubungan antarnegara dan merawat citranya di mata dunia. Analoginya, dalam goresan cahaya terang pada setiap lukisan Vermeer yang begitu dikagumi dunia tersirat sisi gelap sejarah Belanda.

Catatan: Kutipan langsung dari Reuters dan Tempo merupakan penerjemahan bebas penulis.

Sumber:

CNN Indonesia (2023) ‘PM Belanda Resmi Mengakui Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.’ https://www.cnnindonesia.com/internasional/20230614222815-134-962007/pm-belanda-resmi-mengakui-kemerdekaan-ri-17-agustus-1945 [14 Juni 2023].

DW (2016) ‘Koenders Say Sorry for 1947 Indonesian Massacre.’ https://www.dw.com/en/dutch-foreign-minister-apologizes-for-1947-indonesian-massacre/a-19143315 [2 April 2023].

Hadiz, Liza (2023) Vermeer’s Art and the Legacy of Colonialism. https://feministpassion.blogspot.com/2023/04/vermeers-art-and-legacy-of-colonialism.html [Diakses 16 April 2023].

Mcbeth, John (2022) ‘Dutch Finally Admit Sshameful Acts’ in Colonial Indonesia.’ Asia Times. https://asiatimes.com/2022/02/dutch-finally-admit-shameful-acts-in-colonial-indonesia/ [Diakses 8 Juli 2023].

NPR (2022) ‘Dutch Leader Apologizes for the Netherlands' Role in Slave Trade.’ https://www.npr.org/2022/12/20/1144311201/the-dutch-leader-apologizes-for-the-netherlands-role-in-slave-trade [2 April 2023].

Raditya, Iswara N. (2017) ‘Betapa Susah Belanda Mengakui Proklamasi 1945.’ tirto.id. https://tirto.id/betapa-susah-belanda-mengakui-proklamasi-1945-cuLk [Diakses 29 Juni 2023].

Reuters (2020) ‘Dutch King Apologizes for “Excessive Violence” in Colonial Indonesia.’ https://www.reuters.com/article/us-indonesia-netherlands-iduskbn20x15l [2 April 2023].

Strangio, Sebastian (2022) ‘Dutch PM Apologizes for Atrocities Committed during Indonesian Independence War.’ The Diplomat. https://thediplomat.com/2022/02/dutch-pm-apologizes-for-atrocities-committed-during-indonesian-independence-war/ [Diakses 2 April 2023].

Subarkah, Muhammad (2020) ‘Kisah Gundik dan Nyai di Batavia.’ Republika Online. https://islamdigest.republika.co.id/berita/q9qtdc385/kisah-gundik-dan-nyai-di-batavia-part1 [Diakses 15 Juli 2023].

Tempo (2022) ‘PM Mark Rutte Apologizes for Past Dutch Slavery.’ https://en.tempo.co/read/1670414/pm-mark-rutte-apologizes-for-past-dutch-slavery [2 April 2023].

Wirayudha, Randy (2023) ‘Resmi! Belanda Serahkan 472 Benda Bersejarah ke Indonesia.’ Historia. https://historia.id/kultur/articles/resmi-belanda-serahkan-472-benda-bersejarah-ke-indonesia-DLgYA/page/1 [Diakses 15 Juli 2023].

Woudstra, Leon dan Anna Zwettler (2022) ‘New Report on Dutch Colonial Violence in Indonesia Sparks Mixed Responses.’ 9to5 Groningen. https://9to5groningen.com/2022/02/18/new-report-on-dutch-colonial-violence-in-indonesia-sparks-mixed-responses/ [Diakses 18 Juni 2023].

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.