Kopi Lelet Cap Keong

Kopi Lelet Cap Keong

"Kopi Lelet (baca seperti ikan lele+t) Cap Keong," ucap saya membaca kemasan kopi yang baru saja dibelikan oleh Mas Pop, guide kami di Lasem. Spontan saya nyeletuk lagi "o ya pas nih branding-nya. Lelet dan Keong. Relate banget. Tapi kenapa ya namanya kopi lelet, apa yang bikin dia lambat?"

Pertanyaan saya itu tidak dijawab oleh siapapun karena tepat pada saat itu makanan yang kami pesan mulai berdatangan. Kami berenam kemudian sibuk membagikan piring dan bersiap menyantap aneka masakan rumahan khas tionghoa yang tersaji di meja. Mas Pop mengambil es jeruk pesanannya dan minum seteguk sebelum beranjak dan pamit untuk pulang. Rupanya dia terburu-buru ingin kembali ke Rembang. Segala bujuk rayu kami untuk makan dulu, tidak berhasil . Jadi ya sudah, dengan berat hati, kami pun saling mengucapkan salam perpisahan. "Sampai jumpa besok Mas Pop, terima kasih sudah membantu kami mencarikan kopi lelet" kata teman saya sambil melambaikan tangannya ke Mas Pop.

Setelah Mas Pop pergi kami makan dengan gembira, masing-masing ditemani sebotol segar Kawista. Selain kopi lelet, sirup Kawista juga menjadi minuman khas Lasem. Rasanya seperti root beet dengan tambahan rasa seperti mint. Selain manis dan segar, rasanya yang khas membuat mulut smiriwing gimana gitu. Saya koq merasa sayang, karena baru sekali ini menyicipnya. Padahal katanya minuman khas ini sudah ada sejak tahun 1920-an. Ah, tidak apa ya, lebih baik terlambat daripada tidak pernah mencoba sama sekali. Buah Kawista yang menjadi bahan utama pembuatan sirup ini juga baru hari ini saya dengar dan ketahui keberadaannya. Sungguh, saya senang sekali memutuskan ikut pergi "jalan-jalan" ke Lasem. Ada banyak hal baru yang saya dapatkan di kota Tiongkok Kecil, Rembang ini.  

Selesai makan, kami berenam memutuskan untuk jalan-jalan menikmati suasana malam minggu di Lasem. Lasem dijuluki Tiongkok Kecil, karena di kota ini rumah-rumah besar khas Tionghoa masih memenuhi berbagai sudutnya. Lampion-lampion merah dibentangkan di jalan, temaram menghiasi malam. Tembok-tembok besar dan pintu kayu dua lapis melulu kami temukan sepanjang jalan. Saya selalu berhenti sejenak di setiap pintu warna-warni itu, entah untuk foto, entah hanya sekedar menyentuhnya. Saya tak bisa tak penasaran dengan cerita-cerita di balik tembok itu. Ada sejarah apa? Ada kisah cinta apa?

Tak butuh waktu lama untuk memutari kompleks ini. Sejam saja kami sudah kembali ke penginapan Rumah Oei. Tepat di bagian depan Rumah Oei, ada kedai kopi yang ramai dipenuhi muda-mudi Lasem dan toko oleh-oleh. Tulisan "Kopi Lelet Khas Lasem" menghiasi pintu kacanya. Ah, ya, kenapa ya namanya kopi lelet? seberapa lambat memangnya kopi ini dibuat? Saya teringat pertanyaan tak terjawab tadi dan bertekad akan menanyakannya besok pagi ke Mas Pop. Saya bukan peminum apalagi pecinta kopi, cuma penasaran saja. 

 ***

Kami sedang menyantap Soto Kemiri, ketika Mas Pop bercerita mengenai projek-projek pengembangan wisata Lasem yang sedang dikerjakannnya dengan pemuda setempat. Teman saya memesan secangkir kopi lagi untuk dirinya. Saat itulah saya teringat tentang pertanyaan saya. "Mas Pop, Kopi ini kenapa namanya Kopi Lelet?" tanya saya sebelum lupa lagi. Mas Pop yang sedang merokok nampak bingung dengan pertanyaan saya. "Kopi Lelet?" tanyanya. "Eh, koq pengucapannya bukan lelet-lamban ya?" Saya kaget mendengar pengucapan Mas Pop.

Mas Pop tersenyum "Bukan, mba. Lelet (baca:leu-leu-d)." Oalah, dari kemarin ternyata saya salah baca. Hiya. Malu deh. Harap maklum, saya orang Jakarta.

"Jadi Kopi Lelet itu, kalo mba lihat dan perhatikan kan bubuknya halus banget toh. Itu biji kopinya digiling berkali-kali lebih banyak daripada kopi biasanya. Makanya dia bisa sehalus itu. Lalu dinamakan Kopi Lelet, karena orang-orang Lasem sini suka meleletkan ampas kopinya ke rokok. Sehingga ketika rokok dihisap ada rasa kopi-kopinya. Nah supaya bisa dileletkan di rokok itulah kopi digiling sedemikian halusnya, ampas kopinya pun sampai halus dan berwarna hitam pekat . Lasem kan juga terkenal dengan batik, nah, anak-anak muda sini suka membuat pola batik lasem ketika meleletkan ampas kopi ke rokoknya." Mas Pop menjelaskan. Wow. Keren juga ya. Sayang, saya tidak ngopi maupun merokok. Jadi ga tahu rasa nikmatnya rokok yang dileletin ampas kopi.

Tapi, saya akhirnya mau juga nyicipin sedikit Kopi Lelet yang dipesan teman saya. Sedikit saja, supaya tuntas rasa penasaran saya. Hahaha. Kopinya datang dan disajikan dengan cepat lho, tidak lamban ala keong. Setelah mendengar kisah Mas Pop, saya masih berpikir penamaan brand Kopi Lelet Cap Keong itu keren. Gimana, jadi penasaran juga ga sama Kopi Lelet Cap Keong? 

#TheWritersBatch7

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.