LINA

LINA

 

            

Saat itu  sedang pelajaran olahraga. Aku  izin gak ikutan karena  kemarin cedera kaki saat pertandingan basket. Bahagia banget bisa ngabisin waktu di perpustakaan selama 2 jam pelajaran olahraga ini.

Perpustakaan ini   berada di lantai 2, luasnya sekitar 400 Meter. Kita bisa membaca di dalam ruangan atau di kursi berjejer di bagian teras luar yang terbuka dengan ditemani gemerisik suara dedaunan.

Koleksi bukunya super lengkap, bersih dan nyaman banget. Setiap genre buku bukan hanya dibedakan berdasarkan fiksi atau non fiksi, tapi ada rak khusus berdasarkan pengarangnya.  Semua karya Agatha Christie, Mira.W, Marga.T, biografi, autobiografi  bahkan buku-buku asing tinggal pilih. Inilah alasan utama  yang bikin Aku memutuskan untuk memilih SMA Katolik  ini. 

 

Aku tenggelam dalam ketegangan  mengikuti Hercule Poirot mengungkap pembunuhan di salah satu buku Agatha Christie, ketika tiba-tiba seseorang menyapa.

“Hai Kak, aku Lina kelas 1 A. Boleh Aku duduk di sini ?” Ia menunjuk kursi kosong di sampingku. Aku mengalihkan sejenak pandanganku, perempuan berambut sangat pendek dengan rahang keras dan berbadan kekar.

“Oh, duduk aja,” kembali mataku menyapu tulisan dalam novel.

“Suka Agatha Christie ya Kak ?” Ia mencoba membuka pembicaraan, tapi  karena aku gak berminat dan merasa terganggu aku menjawab tanpa memalingkan muka.

“Iya.“

Hening sejenak. Lalu Ia mulai lagi dengan topik yang gak mungkin bisa Aku cuekin.

“Kakak suka banget dengan Queen yah , aku juga kak. Koleksiku lengkap, yang kemarin mereka  barusan tour aja Aku juga punya.“

“ Hah, yang bener? ” Aku reflek menutup novelku, memutar badan persis menghadapnya. Itulah awal hubunganku dengan Lina !

***

Aku memang tergila-gila dengan Queen. Karena kecintaan yang sama, Aku satu-satunya cewek yang diterima bergabung dengan band kakak kelas yang personilnya cowok Batak semua.  Hampir semua lagunya aku hafal bahkan dari beberapa nada aja aku sudah bisa menebak judulnya. Majalah apapun yang membahas Queen pasti aku beli. Aku rela nabung gak jajan sama sekali demi bisa beli kaset Queen. Tapi di kotaku, tidak mudah mendapatkan koleksi Queen terbaru, jadi biasanya aku titip keluarga atau teman yang kebetulan ke Jakarta.

Maka mendengar ada yang suka dan punya album lengkap, aku begitu terkesan. Mulai dari situ kami menjadi sangat akrab. 

Lina adik kelasku, murid baru pindahan dari Bandung. Ia punya saudara kembar yang bernama Lani di kelas 1B. Mereka berdua bedanya ekstrim banget. Lani sangat feminim, rambutnya panjang tergerai, wajahnya lembut dengan tutur kata halus ber-aksen sunda.

Sementara Lina,  berdada bidang, rata seperti tak berpayudara, tinggi 170, dengan struktur otot yang terbentuk dari latihan karate hingga sabuk hitam. Kalau bukan karena pakai rok tak ada yang akan menyangka kalau dia perempuan. Memang seragam sekolah adalah satu-satunya rok yang dia punya, selebihnya jeans atau celana pendek.

Lina dan Lani ini ayahnya konglomerat terpandang di kotaku. Mereka setiap hari ke sekolah diantar supir pribadi dengan mobil yang selalu berganti. Sedangkan Aku, harus berjalan kaki sekitar 6 KM ke terminal , baru kemudian bisa naik angkot ke sekolah. Namun sejak pertemuan di perpustakaan itu, Lina ngotot minta diturunkan supirnya di rumahku lalu  menemaniku jalan kaki ke terminal. Demikian juga saat pulang sekolah.

Ia tidak pernah menawariku naik mobilnya, alasannya biar bisa ngobrol lama kalau jalan kaki.

Aku sih seneng aja ada temen ngobrol apalagi dia bener-bener menjagaku, sampai berani  berantem dengan preman terminal yang mencoba menggangguku. Aku rasanya jadi tenang dan nyaman ada yang melindungi. 

 

Setiap jam istirahat pasti dia mendatangi kelasku, ikut rombongan teman-temanku ke kantin. Pengetahuannya tentang Queen yang luar biasa luas membuatku semakin betah ngobrol dan dekat dengannya. Ia tidak lagi memanggilku dengan “Kak”, melainkan langsung nama kecilku : “Aja”.

Seiring dengan semakin dekat hubunganku dengannya, aku merasa ia makin mengatur pergaulanku. Ia tidak segan memarahiku bila terlihat Aku ngobrol dengan teman cowok. Seperti saat suatu hari Aku dan David mendapat giliran tugas menjaga koperasi sekolah di pagi hari. Sedang seru-serunya David cerita bagaimana malam minggu kemarin dia akhirnya berhasil nembak Alya, tiba- tiba Lina masuk  dengan wajah marah dan langsung teriak dengan suara kencang .

“Aja…, ayo keluar !” bentaknya .

“Loh, kenapa emang Aku harus keluar?”

“Aku bilang keluar dulu sekarang !” Ia makin meninggikan suaranya.

Meskipun marah diperlakukan begitu, aku menurutinya untuk keluar karena aku gak mau ia semakin teriak dan menarik perhatian anak-anak yang sedang belajar di kelas.

Sesampai di luar, ia membalikkan badanku menghadapnya  dengan paksa .

“Aku gak suka kamu dekat dengan David, dia itu bajingan.”

“Apa hak kamu mau ngatur aku temenan sama siapa aja terserah aku. Aku jauh lebih dulu kenal David dibanding kamu.”

“Aku mau jagain kamu Jah, nyelamatin kamu dari cowok-cowok brengsek itu. Kamu itu belum ngerti gimana rusaknya mereka. Aku  lebih tau.”

Peristiwa di koperasi itu membuatku marah. Aku kesal kenapa dia sampai bela-belain datang pagi ke sekolah hanya untuk memarahiku. Aku menghindari bertemu dengannya tapi Ia terus mendekatiku lagi, minta maaf dan membanjiriku dengan hadiah atribut Queen. Kejadian mirip seperti itu terus berulang dengan awal dan ending yang sama. Duh, kalo diingat Aku dulu lemah banget yah, dengan Queen segalanya bisa selesai.

 

David dan beberapa teman cowokku sering bilang, kalau Lina itu penyuka sesama jenis alias lesbian,  ia menyukaiku dan menganggap aku pacarnya. Tapi aku menyangkalnya habis-habisan karena sejauh ini sikap Lina padaku masih kunilai normal-normal saja. Kecuali ketidaksukaannya bila aku ngobrol dengan cowok. Memang Lina sering memberikanku tulisan tangannya yang selalu berkaitan dengan cinta, tapi itu semuanya dari  potongan lyric lagu Queen, jadi buatku biasa saja. Lesbian dan Homo itu hanya cerita kejadian di jaman Nabi Luth!

***

 

“Don’t Lose Your Head”

 

Remember love’s stronger

Remember walks tall

Remember walks through walls

Remember love conquers all.

 

“Gimana, bagus kan…?” tanya Lina setelah memberikanku secarik kertas surat pink bertuliskan kata-kata itu

“Bagus, apa ini Lin?”

“Itu lagu barunya Queen. Lyricnya aja sudah sedasyat itu apalagi kalo denger lagunya,wiiih keren abis.”

“Kamu punya? Aku pinjem dong….,” pintaku memelas.

“Hahahaha gak segampang itu dong. Aku aja dapetinnya di Singapur, belum ada di Jakarta. Kalau cinta  yang bener itu harus ada usahanya.”

“Usaha gimana, mana mungkinlah  aku harus ke Singapur dulu .”

“Gak harus ke singapur, sih, cukup ke rumahku aja. Kita dengerin bareng, kamu harus nyobain dengerin Queen di rumahku. Aku punya tape- deck canggih yang sudah dimodif, jadi bayangin aja kalo kamu denger ini rasanya kayak kamu nonton  live konser Queen deh.”

 

Tak sabar menanti  hari Minggu pagi, waktu yang aku sepakati untuk datang ke rumah Lina. Aku diantar Aba. Setelah mengetuk pintu dan melihat Lina yang menyambutku, Aba baru meninggalkanku. Rumah Lina sangat luas tapi sepi. Kata Lina  kedua orang tuanya dan Lani sedang pergi, hanya ada Mbak dan Lina saja di rumah.

Aku mengikuti Lina menaiki tangga melingkar dengan besi-besi merah di sisi kanan kiri. Kamar Lina berada di Lantai 2.

“Silahkan masuk cintaku,” Lani membuka kamar dan membungkukkan badannya sambil mengayunkan tangannya seperti pengawal kerajaan  yang mempersilahkan tuan putri masuk ke istana .

Aku tertawa melihat sikap konyolnya itu. Tapi tawaku langsung terhenti begitu memasuki kamarnya. Aku takjub hampir semua dindingnya dipenuhi  poster cover depan beragam album Queen.  Ada juga poster  Freddy Mercury  full badan yang mendominasi setengah bagian dinding, dan poster  personil Queen lainnya di sisi lain.

Belum puas Aku  mengagumi poster-poster itu, Lina menepuk pundakku dan menyuruhku duduk di kursi tanpa senderan. Lalu ia berjalan ke arah pintu dan menguncinya.

“ Biar gak ada yang ganggu kita nikmati konsernya,” ujar Lina menjelaskan mengapa ia mengunci pintu kamar.

“Duh gerah yah, kamu ngerasa gerah gak? “  Tanpa menunggu jawabanku ia melorotkan jeans  dan kaosnya. Aku agak jengah melihatnya berpakaian you can see tipis dan celana pendek ketat yang hanya menutupi pantat.

Ia lalu menuju tape- deck 3 susun dan memasukkan kasetnya. Tak lama mulai terdengar intro dan suara Freddy Mercury.

Don’t lose your head

Don’t lose your head

No don”t lose your head

Hear what I say yeah

Don’t lose your way

Remember love’s stronger

Remember love walks tall……

Tengah Aku larut tenggelam dengan suara Freddy , tiba- tiba Lina memelukku dari belakang dan berbisik pelan di belakang telingaku.

“Suka kan…,” suaranya berat berbeda dari biasanya.

Aku yang kaget dengan perlakuannya sontak memutar leher ke samping dan secepat kilat Lina mencium pipiku dan semakin menguatkan dekapannya.

Aku ketakutan ,berusaha sekuat tenaga  berdiri dan melepaskan cengekeramannya , namun kalah dengan badannya yang kekar dan kuat.

“ I love you, Aku suka kamu. Aku jatuh cinta setengah mati sama kamu sejak pertama ketemu. Aku tau kamu juga suka aku kan,” Lina terus berbisik di belakang telingaku, suaranya semakin berat dan aku mendengar jelas hembusan panas nafasnya.

Aku berteriak sekuat mungkin tapi suaraku kalah dengan volume Freddy , Aku semakin ketakutan. Lina lalu  membalikkan badanku dengan kasar dan memaksa Aku melihat wajahnya.

“Ssst, jangan takut sayang, cuma ada kita berdua,” Ia mengarahkan wajahnya semakin dekat, sepertinya ia ingin mencium bibirku.

Kedua tanganya melingkariku dengan ketat hingga  nafasku sesak. Aku berusaha menggapai benda apapun sejangkauan tanganku, sambil terus bergerak menghindari wajahnya ,ada benda berat entah apa yang berhasil aku capai. Kuambil benda itu dengan sisa tenaga yang ada lalu kupukulkan sekuat yang aku mampu  ke belakang kepalanya.

Pukulan itu mengagetkannya  dan reflek melepaskan pelukannya. Ia meraba kepala belakangnya , ada darah menempel di telapak tangannya.

Melihat itu ia jadi makin beringas.

“Kurang apa hah Aku sama kamu selama ini, kamu bales begini yah.”

“Lin, kamu mau apa Lin, sadar Lin,jangan buat Aku takut,” Aku memelas sambil menangis.

Lina tak menggubris tangisanku, ia mencengkeram wajahku.

“Aku mau kamu !” matanya tajam  begitu mengerikan.

Aku kembali menghantamkan benda itu, kali ini mengenai bagian lain belakang kepalanya. Ia terhuyung, kupukulkan lagi benda itu ke wajahnya  tepat mengenai pelipis mata dan  mungkin mengaburkan pandangannya.   Darah muncrat menjatuhi lantai. Secepat kilat kuambil kesempatan itu membuka kunci kamar , berlari sekencang-kencangnya hingga ke jalan raya dan langsung menaiki angkot yang kebetulan ngetem di depan rumah.

 

Di dalam angkot hanya ada 2 penumpang. Aku memohon supir angkot untuk segera ngebut karena ada orang jahat yang mengejarku dari dalam rumah itu. Supir angkot  yang mungkin melihat aku sangat ketakutan,menuruti perintahku. Di dalam angkot Aku menangis sejadi-jadinya, akhirnya 2 penumpang itu meminta supir angkot langsung mengantarkanku pulang ke rumah.

***

Malamnya Aku tidak bisa memicingkan mata sama sekali. Belum pernah aku mengalami ketakutan seperti itu. Hembusan berat nafasnya, kata-kata yang ia bisikkan dan cengkeraman tangannya begitu menghantuiku, terus memantul di segenap indraku. Tapi Aku tidak berani menceritakannya ke siapapun. Ada alasan yang aku sendiri tidak fahami mengapa Aku tidak mau menceritakannya.  Otakku sulit mencerna dan menerima ada orang bisa suka sesama  jenis dan itu kena di Aku. Aku merasa diriku kotor dan Jijik pernah dicium dia.

Esoknya Aku demam selama 3 hari. Aku berpesan dengan semua orang di rumah, jangan izinkan siapapun teman sekolahku untuk masuk ke kamar. Aku ingin istirahat, begitu alasanku.Padahal Aku setengah mati ketakutan kalau Lina yang datang.

Hari ke-4 Aku ingin Aba mengantar dan menjemputku ke sekolah, juga hari-hari seterusnya. Aku tidak mau bertemu Lina lagi. Tapi dia selalu lebih dulu tiba di sekolah,  dari depan aula ia mengawasiku turun dari motor Aba dan terus mengikuti dengan matanya. Aku tidak pernah berani melihat wajahnya, Aku tidak tau apa yang sesungguhnya ia pikirkan dan rencanakan.  Aku tidak lagi  berani sendirian.Kemanapun area sekolah Aku selalu bergerombol atau  minta ditemani. Aku tau Lina selalu berusaha mencari kesempatan untuk berdua.

Saat jam istirahat seperti biasa dia menghampiri kelasku, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Aku bingung bersikap, jika Aku bereaksi dengannya pasti akan menimbulkan pertanyaan teman-temanku. Ia tidak banyak ngobrol tapi matanya terus lekat menatapku seperti ingin mengulitiku. Ada hawa dingin menjalar di sekujur tubuhku  setiap kali mataku bersiborok dengan matanya.

Saat jam olahraga, ia sengaja keluar kelas untuk terus menghujamku dengan tatapan matanya yang menakutkan itu.

Sejak kejadian itu,hari-hariku tidak lagi sama. Aku sulit tidur, tidak bisa konsentrasi belajar dan ketakutan parah dengan hal apapun yang berkaitan dengan Lina.

Aku takut melihat cewek berambut pendek, Aku takut setiap mendengar kata “suka” dan Aku sangat ketakutan mendengar suara Freddy.  Aku tidak pernah mau mendengar Queen lagi. Semuanya mengingatkan Aku dengan kejadian mengerikan itu.

Semakin hari Aku semakin tersiksa dengan kondisi ini.Tapi tetap tidak berani menceritakannya. Nova, Susan , Lia dan David sebenarnya mencium ada yang tidak beres denganku, tapi Aku selalu berhasil menutupinya .

Hingga akhirnya  Aku menyerah, Aku menceritannya pada  David sebagai teman yang paling Aku percaya dan yang sebelumnya sering mengingatkanku bahwa Lina itu lesbian. Tangan David mengepal keras mendengar ceritaku, ia marah aku diperlakukan begitu tapi lebih marah lagi kenapa aku baru menceritakannya setelah sekian lama.

 

“Si bangsat itu gak bisa dihadepin kayak ngadepin perempuan.Dari dulu Aku sudah curiga dia itu gak normal.  Kamu tenang aja, aku akan beresin ini dengan caraku,” kata David menenangkanku yang terus menangis.

Selang sehari setelah itu, aku menerima dari Lia  secarik kertas  dalam amplop tertutup. Dari Lina ! Aku panggil David dan memintanya membuka amplop itu. 

 

Kamu pengkhianat !

Cintaku tulus kamu balas dengan darah

Kalau Aku tidak bisa memilikimu,

Maka , sakit adalah pilihannya !

 

Badanku bergetar hebat membaca surat itu. Sakit adalah pilihannya, Apa maksudnya?

 

“Mungkin ini anceman dia aja. Kemarin Aku ngajak geng Mas Bikhun ngadang si Bangsat. Kita keroyok dia. Kalau kamu liat wajahnya sekarang hancur babak belur. Gak akan berani macem-macem lagi dia,”  David berusaha menenangkanku tapi mendengar penjelasan dia semakin membuatku ketakutan. 

Berita tentang Lina is a lesbian menyebar secepat angin, ia dijauhi seperti penyakit menular berbahaya.  Tidak ada seorangpun yang mau mendekatinya.Aku membayangkan Lina akan semakin marah dan nekat berbuat sesuatu padaku gara-gara itu.

Geng Mas Bikhun adalah sebutan untuk anak-anak yang sering nongkrong di markas warung milik Mas Bikhun di seberang sekolah.Ada seleksi khusus dan kriteria tertentu untuk bisa nongkrong di situ, yang jelas tidak boleh anak kelas 1. 

Lina tidak lagi datang menghampiri di jam istirahat, tapi dia lebih dulu ada di kantin. Ia tetap mengawasiku saat olahraga, saat berjalan pulang dan saat apapun yang dimungkinkan. Aku merasa matanya ada di semua tempat. Matanya menterorku.

 

 Sakit adalah pilihannya ! kata-kata itu terus menghantui pikiranku, ketidakjelasan maksud “sakit” membuat aku menganalisa berbagai kemungkinan arti kata itu dengan hal-hal mengerikan. Aku merasa  sudah di ambang gila. Sudah tidak bisa membedakan lagi mana halusinasi mana realita. Kepalaku sering sakit tanpa sebab seperti dihujam jutaan jarum. David yang makin khawatir dengan kondisiku, mengajakku menemui kakak sepupunya yang seorang Psikolog. Dari beberapa kali pertemuan, dia minta Aku menemukan cara “melawan” diriku sendiri. Maka, Langkah pertama yang Aku lakukan adalah memotong rambutku sependek mungkin seperti rambut Lina. Mengapa rambut ? karena Lina sangat menyukai rambut panjangku dan sering memujinya.  Aku puas  menyaksikan kekagetannya ketika pertama kali melihat rambut pendekku.  Di moment itu Aku merasa menang !

***

Setelah selesai giliranku mengambil nilai olahraga, Aku minta izin ke Pak hadi untuk ke toilet. Toilet di sekolahku berada di area paling ujung, tertutup  di belakang lab kimia. Ada 8 toilet kecil  berjejer . Saat itu semua toilet dalam keadaan kosong. 

Selesai mengganti pembalut Aku membuka pintu toilet. Betapa terkejutnya Aku, persis di depan toilet Lina sudah menghadangku. Ia menutup mulutku dengan kuat dan mendorongku masuk ke dalam toilet lagi . Dengan satu tangan tetap membekap mulutku, tangannya yang lain merogoh kantong roknya, ia mengeluarkan cutter merah.

“ Ini pilihanmu, kamu harus merasakan sakit seperti sakitku,” matanya berkilat mengerikan.

Aku mendorong tangannya dengan keberanian terakhir yang Aku punya.Tuhan masih ingin Aku hidup, cutter itu terlepas dan jatuh ke lantai. Saat ia ingin memungutnya yang otomatis bekapan tangannya di mulutku melonggar, Aku menjerit berteriak minta tolong sekencang-kencangnya. Hanya beberapa detik ia kembali membekap mulutku dan mendorongku ke dinding toilet.

Tiba-tiba  ada yang datang menarik Lina  dari arah belakang punggungnya. Ternyata David dan Miko. Rupanya David tau Aku ke toilet sendirian dan melihat tak berapa lama kemudian Lina juga ke arah toilet.  Untung  tadi  Lina tidak sempat mengunci toilet. Aku terduduk lemas di lantai toilet, tidak tau apa yang terjadi di luarnya. Aku hanya mendengar beberapa kali bunyi pukulan tangan . lalu suara semakin ramai, banyak anak-anak lain yang datang.

 

Setelah kejadian itu,Lina dikeluarkan dari sekolah dan Lani juga mengikuti pindah sekolah ke Amerika. Perlu waktu bertahun-tahun menghilangkan traumaku. Perlu bertahun-tahun mimpi burukku setiap tidur  bisa berganti hal yang tidak menakutkan lagi. Baru dua tahun kemudian aku  kembali berani mendengarkan Queen , kecuali Don’t lose your head !

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.